Sabtu, 27 November 2010

Qurbankan Ismailmu!!!

Seabad kehidupan, Ibrahim penuh dengan perjuangan, gerakan, keterluntaan, dan perang malawan kebodohan dan penindasan. Ibrahim tinggal bersama istrinya Sarah yang merupakan wanita cantik tapi tidak memberinya dia anak.

Ibrahim makin tua dan kesepian. Walaupun di puncak kenabiannya, namun ia adalah seorang manusia biasa, dan seperti manusia biasa lainnya, ia menginginkan seorang anak. Apalagi usianya kian senja. Ia tidak berharap lagi karena menurut pertimbangan akal sederhana pun hal itu rasanya tak mungkin. Tetapi Ibrahim tetap berdoa karena yakin bahwa Allah akan menjadikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Maka berdoalah ia : “Ya Tuhanku, anugerahilah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shaleh”. (QS. Ash Shaaffat:100).

Allah akhirnya melimpahkan karuniaNya kepada lelaki tua yang telah membelanjakan habis seluruh kehidupannya dan menanggungkan penderitaannya demi menyebarkan risalahNya. Melalui wanita yang bernama Hajar, Allah memberinya seorang anak : Ismail

Ismail tentu bukan hanya seorang putera bagi ayahnya. Ismail adalah buah yang didambakan Ibrahim seumur hidup dan karunia yang diterimanya sebagai orang yang telah memenuhi hidupnya dengan perjuangan. Sebagai putera tunggal, Ismail pun merasakan penuh kasih sayang dan cinta dari ayahnya.

Di depan matanya yang ditutupi alis yang sudah memutih dan yang berbinar-binar karena kebahagiaan, Ismail tumbuh di bawah asuhan dan kasih sayang. Bagi Ibrahim, Ismail seperti satu-satunya pohon hijau yang tumbuh di kebun gersang milik seorang petani tua. Ismail tumbuh sebagai batang pohon yang kekar. Ia mendatangkan kecerahan dan kebahagiaan ke dalam hidup Ibrahim. Ia adalah harapan, kecintaan, dan buah hati Ibrahim.

Akan tetapi tanpa diduga-duga, wahyu Allah turun memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”(QS. Ash Shaffat:102).

Betapa goncangnya jiwa Ibrahim ketika menerima wahyu yang luar biasa beratnya ini. Duka nian hatinya. Batunnya sangat goncang menerima wahyu itu. Tetapi wahyu itu perintah Allah. Konflik pun terjadi dalam batinnya. Siapakah yang lebih disayangi, Allah atau Ismail?? Dalam kondisi seperti yang dialami Ibrahim, ini adalah keputusan yang teramat sulit diambil. Dengan rela, Ibrahim punmengambil langkah apa yang  Alloh perintahkan.

Dan kita, siapakah atau apakah yang lebih kita sayangi? Allah atau diri kita sendiri? Keuntungan atau nilai? Ketergantungan atau kemerdekaan? Berhenti atau terus berjalan? Kesenangan atau kesempurnaan diri? Hidup untuk hidup itu sendiri atau hidup untuk tujuan? Mengabdi pada perasaan-perasaan atau mengabdi pada keyakinan yang hakiki? Menuruti hawa nafsu atau melaksanakan perintah Allah? Dan…? Terakhir, siapakan yang kita pilih : Allah atau ‘Ismail’kita?

Saudaraku..
Tak terasa bulan dzulhijah sebentar lagi, mengingatkan kita akan sosok seorang hamba yang diberi galar "Kholilulloh" (Ibrahim), ia telah membuktikan ketaatan dan kecintaannya hanya kepada Alloh SWT.

Semoga di bulan dzulhijah ini kita diberi kekuatan untuk bisa melepaskan ismail2 yang kita cintai, sehingga jiwa2 merdeka dapat kita miliki..Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar