Sabtu, 27 November 2010

Salah Persepsi di Angkot Gratis



Kejadian ini terjadi ketika saya akan pergi ke fakultas untuk praktikum klinik.
Terlihat dari jauh seorang mahasiswa (sebut saja namanya A) mencoba membuka pintu angkot gratis. Hmm..terlihat kesulitan. Sementara supir angkot sudah standby di depan stirnya.
A : “Aduh susah buka pintunya”.
Saya : “Coba. Sini sama saya”
Saya mencoba membuka pintu angkot itu, tapi hmm..memang susah sekali.
Saya terus mencobanya sekuat tenaga, sampai datanglah orang ketiga di belakang saya (sebut saja namanya B).
Saya terus mencoba membuka pintu angkot itu, tapi memang sangat susah, akhirnya saya ketok-ketok jendela pintu angkot itu. Spontan si B ketawa2 saat saya ngetok-ngetok jendela angkot itu, dia spontan bertanya:
B : “lho pegangan pintunya yang macet malah jendela yang diketok-ketok” (terlihat keheranan)
Saya : “itu maksudnya manggil supir yang di dalam biar bukain pintunya”
B: “Oh”
Serentak kami pun tertawa.
….2 persepsi….
-Dalam pikiran saya, tujuan saya mengetok-ngetok ke jendela itu untuk memanggil supir angkot yang ada di dalam karena tak terdengar kalau lewat suara.
-Persepsi B: dikiranya B itu, saya mengetok-ngetok jendela itu, biar pintunya bisa membuka (karena dia tak tahu apa yang ada dipikiran saya dan saya pun tak tahu ternyata ada yang berpikiran lain), sehingga dia merasa heran,,masa dengan ngetok2 jendela, pintuny tiba2 membuka.(pemikiran aneh kalau memang kaya gituh).
Hmm..simple memang kejadian itu, tapi cukup menjadi pembelajaran di hari itu. Tiap manusia berbeda-beda. Berbeda DNA. Berbeda pemikiran. Berbeda persepsi. Kita tak tahu alasan yang jelas kenapa seseorang melakukan sesuatu.  Tetapi seringkali kita lebih menyimpulkan sendiri dengan persepsi kita hingga mengejudge atau bahkan menyalahkan seseorang  atas apa yang dia lakukan tanpa kita tahu permasalahannya secara mendalam hingga seseorang mengambil tindakan tersebut, tanpa kita berusaha bertanya langsung atau mempersilahkan seseorang menjelaskan alasan atas tindakan yang diambilnya. Nyambung dari kejadian di atas, B langsung menanyakan kepada saya kenapa saya mengambil tindakan itu, sehingga setelah saya sebutkan meski alasannya cukup pendek dia langsung mengerti, dan tidak menyimpulkan kalau saya orang aneh,,hehe.. Contoh yang sangat kecil tentang perlunya konfirmasi. Sebenarnya banyak sekali mungkin kejadian-kejadian salah persepsi baik di organisasi, dunia perkuliahan, keluarga, pemerintahan, atau di masyarakat, dan tak jarang malah timbul suatu masalah karena tidak adanya konfirmasi, saling mengejudge, timbul prasangka buruk, hingga mungkin secara tidak kita sadari kita telah menyakiti hati seseorang karena prasangka buruk kita. Tanpa ada konfirmasi atau Tabayyun.
So, mari kita tingkatkan budaya KONFRIMASI / TABAYYUN






Tidak ada komentar:

Posting Komentar